Salah satu komitmen
penting yang selalu saya jaga baik-baik adalah..... (aduhhh.. sebenernya malu,
tapi gemes pengen nulis :P) selama masa-masa SMA ini akan berusaha menjaga
hati, jangan sampai naksir ataupun jatuh hati pada laki-laki manapun. Konyol
dan sangat absurd, memang (:p). Tapi saya punya alasan untuk itu, saya merasa
urusan-urusan sekolah dan beberapa hal tentang hidup yang baru saya ketahui
saja sudah cukup menyita waktu dan perhatian saya, jadi untuk masalah hati saya
abaikan dulu. Itu hanya akan membuat semuanya bertambah sulit.
Entah kapan tepatnya ini berawal, seseorang dengan lancang memasuki hati saya.
Awalnya saya anggap
itu sebagai rasa simpati yang wajar terhaadap seorang teman. Dia baik, sebagai
seorang laki-laki dia cukup tampan, agamanya bagus, saat melantunkan ayat-ayat
al-qur'an-tak bisa dipungkiri-itu sangat indah, dan... ehmm.. sudah cukup sampai
disitu saya rinci hal-hal positif tentang dia.
Ketika sesuatu mulai
berbisik, "aku suka dia" saya tepis jauh-jauh tiga kata itu. Saya
anggap itu sebuah sugesti yang menyesatkan.
Rasanya cukup lama
saya mengalami proses penyangkalan terhadap perasaan yang tidak diharapkan ini.
Berkali-kali saya katakan pada diri sendiri, "Ini tidak benar, ini hanya
rasa simpati. Tak lebih."
Tapi itu tidak
berhasil.
Berkali-kali
berusaha untuk melupakan, tapi berkali-kali itu juga rasa ini semakin dalam.
Waktu terus berjalan,
rasa-rasa yang mengganggu itu masih berusaha saya abaikan. Karena itu salah,
selain karena itu akan melanggar komitmen juga karena dia adalah seorang teman.
Hahhh.. tetap tak
berhasil.
Dengan berjalannya
waktu, intensitas bertemu yang terlalu sering membuat perasaan-perasaan aneh
yang tak saya pahami, Perasaan-perasaan yang tak mampu saya artikan, kerap
muncul.
Jantung ini sering
berdegup tanpa aturan ketika dia tertawa dan matanya yang indah menyempit,
menghasilkan kerutan-kerutan halus disekitarnya.
Jantung yang tak
tahu aturan ini berdegup lebih cepat, ketika dia muncul dihadapan mata ini.
Ketika dia berada di dekat atau di samping saya.
Dada ini mulai
terasa sesak ketika dia bersama dengan perempuan-perempuan itu. Dada ini mulai
terasa sesak ketika hanya keresahannya yang saya lihat saat dia bersama saya
dan kebahagiaannya yang saya lihat saat dia bersama perempuan lain. Hahhh..
Haruskah kunamai perasaan ini dengan 'cemburu'?
Saya mulai lelah
menyangkal. Saya mulai lelah mengabaikan. Harus saya akui, perasaan ini lebih
dari sekedar rasa simpati ataupun rasa kagum. Tapi, apa harus kunamai perasaan
ini dengan 'cinta'?
Tapi, tahukah kamu?
perasaan ini membuatku bingung, jadi semacam linglung.
Berbunga-bunga saat
dia berada di dekat saya tapi disaat yang sama saya merasakan semacam perih.
Merasa...
katakanlah, bahagia saat bisa berada disampingnya. Saat kembali bertemu
dengannya. Saat bisa bercanda dengannya. Saat kembali bertegur sapa dengannya.
Saat bisa berbaik hati padanya. Tapi disaat yang bersamaan ada perasaan sesak
yang membuatku sulit bernafas.
Seharusnya ini tidak
boleh terjadi. Tidak boleh jatuh hati pada teman sendiri, apalagi dia. Itu akan
merusak segala yang sudah ada. Hubungan baik yang sudah terjaga, suasana hangat
dan cair yang ada di sekitar akan berubah jadi rasa canggung, akan jadi suasana
yang dingin dan beku ketika dia mulai tahu atau sedikitnya menyadari ada
perasaan ini. Tetap akan terasa beda nantinya, walau saya bersedia bersikap
biasa, bersikap seolah tak ada yang terjadi, tetap akan terasa beda.
Tapi apa yang harus
saya lakukan untuk menghapus perasaan-perasaan ini?
Kucoba melupakan,
disaat yang sama perasaan-perasaan itu beranjak ketempat yang lebih dalam
dihatiku. jadi semacam terlalu kompleks untuk saya.
Munngkin kubiarkan
saja waktu yang akan menghapusnya. Biarkan waktu menghapusnya sama seperti saat
waktu menciptakannya.