Mr. Ang, apa kabarmu? Aku benar-benar
merindukanmu, merindukan kita yang seperti dulu, saat aku masih tuli dan buta.
Mr. Ang, mari kita
berbincang! Sudah lama aku ingin berbicara mengenai banyak hal kepadamu. Aku menginginkan
waktu bias berhenti pada kita,agar aku bias menumpahkan segala padamu, begitu
juga kau, kau bias menumpah ruahkan segala kepadaku.
Mr. Ang kau sendiripun
pasti sudah mengetahui sejak lama bahwa sebagian darah yang mengalir dalam
tubuhku adalah darahmu. Dan kaupun sudah jelas mengetahui bahwa aku mewarisi
sebagian dirimu, baik dan burukmu juga ada padaku. Tapi mengapa kau dan aku begitu
jauh, Mr. Ang? Kita sudah begitu jauh sampai-sampai kita tidak pernah lagi
jalan bersama, kita tidak bicara kecuali ketika kita saling membutuhkan, aku
tidak pernah lagi bergelayut manja ditanganmu, kau tak pernah lagi mencium
keningku ketika dating dari pergi yang cukup lama.
Mr. Ang, aku rindu. Aku rindu
ketika usiaku berkisar antara 6-11 tahun. Aku rindu Mr. Ang. Tidakkah kau
mengerti?
Ah, sudahlah Mr. Ang.
Lupakan ocehanku mengenai rinduku yang tak pernah memiliki arti bagimu. Lupakan
saja ocehanku mengenai rindu itu, aku pun tak ingin mengoceh lebih banyak
tentang rinduku itu. Itu hany akan membangkitkan kembali segala kenangan yang
telah kubinasakan dengan susah payah, itu akan membuat lukaku semakin dalam,
apalagi jika kuingat sebagian dari mereka. Perih Mr. Ang!!
Mr. Aang, sekarang mari
kita bicara mengenai kau dan aku! Mr. Ang, aku sangat tertarik pada luka
hatimu, pada dendam dalam hatimmu. Beberapa kali aku pernah mendengar kau
mengungkapkan asal muasal dan segala hal tentang dendam dan lukamu itu. Dadaku ikut
terbakar mendengarnya, amarahku turut berkobar, kepalaku mendidih, kau benar,
kata-katamu terbukti, aku menyaksikannya. Akupun merasakannya.
Tapi Mr. Ang, bagaimana bias
semua itu terjadi? Dosa bersar apa yang telah kau lakukan hingga kau harus
mempunya penyakit hati itu? Dan mengapa aku pun turut mendendam, turut terluka
sepertimu?
Tahukah kau Mr. Ang? Aku tak
pernah berani berlama-lama menatapmu, melihat wujudmu, mengamati setiap inchi
dari tubuhmu, aku tak bias berlama-lama karena hatiku serasa diiris, begitu
miris, membuat air mata yang susah payah kubendung mengalir juga. Ada berberapa
perasaan yang bercampur disana, pilu, kasihan, saying, dan…… ah, aku tak bias menjelaskannya.
Terlalu kompleks, Mr. Ang.
Tapi disisi lain kau
selalu membuatku marah dan kecewa hingga ada kebencian yang timbul tenggelam untukmu.
Kau selalu datang dan pergi sesuka hatimu. Tak ada disaat kuharapkan. Kau selalu
menciptakan harapan kosong. Membikin janji dengan mudah tanpa ada realisasinya.
Kau membuatku selalu melakukan hal yang tidak kusuka, menunggu. Menyeret hidup
masing-masing dari kami menuju kegelapan yang selalu membuat takut.
Mr. Ang, aku menunggumu
kembali pada kami dengan keteraturaa. Kau harus tahu, hanya kami tempatmu
kembali. Hanya kami yang mampu mencintaimu hinngga kekurangan-kekuranganmu yang
tak bisa ditolerir oleh mereka.
Kembali pada soal sakkit
hati dan dendammu itu, aku tak menyalahkanmu. Aku setuju denganmu. Aku merasakannya,
bahkan sudah membatu dihatiku, sebagaimana dendam itu membatu di hatimu. Tak apa,
kau tak salah Mr. Ang. Mereka yang kelewat bebal, mereka yang kelewat picik dan
licik padamu. Tapia pa kau tahu Mr. Ang? Sebelum dendamku turut membatu, aku
pernah berfikir untuk tak mendendam sepertimu. Tapi mereka menyakiti ibuku. Mereka
membiarkan ibuku yang nyaris bertemu dengan malaikat pencabuut nyawa. Mereka membiarkan
nyawa ibuku yang hampir pergi.
Mr. Anng, kita urus luka
dan dendam kita nanti. Lebih dari apapun, aku hanya menginginkan kau. Menginginkan
kau untuk kembali dengan keteraturan, tak lagi membuat seluruh dari kami tersiksa
hanya karena tingkah polah dan sikapmu yang membuat kami tidur dalam kegelisahan,
sesak nafas, terperangkap dalam kewas-wasan tentang cara bertahan dihari esok.
Mr. Ang, ini hampir tak
pernah terucap. Kau tak usah tertawa Mr. Ang, kaupun tahu kita jarang
berbicara, kau juga pasti sudah tahu kekuranganku yang selalu nyaris membuatku
hancur, sulit menunjukkan dan mengatakan sesuatu dengan tepat. Ataoi kali
iniakan sedikit berbeda, aku akan mengatakannya. Aku mencintaimu, Mr. Ang. Aku mencintaimu
sebagai pemilik sebagian darah dalam tubuhku, aku mencintaimu sebagai orang
yang mewariskan sebagian hal dalam diriku. Aku mencintaimu.
Satu hal lagi Mr. Ang, kau
harus tahu bahwa aku memiliki banyak mimpi hanya saja aku belum memiliki
keberanian untuk bangkit dari mimpi itu dan melakukan hal yang semestinya aku
lakukan. Dan aku begitu mengerti akan mimpi-mimpimu terhadapku, aku mengerti
dan menghargainya. Aku hanya tak yakin bisa mewujudkannya. Ah, Mr. Ang kau
terlihat berang, janganlah kau berang seperti itu, kau pun sesungguhnya tahu
apa yang membuatku tak yakin. Ya, benar. Kau sendirilah yang membuatku tak
yakin, Mr. Ang.
Mr. Ang, waktu kita telah
habis. Sesungguhnya aku masih ingin mengatakan banyak hal denganmu. Tapi waktu
telah habis, coba lihat, dia berdiri didepan pintu dengan tak sabar. Aku harap lain
kali kau kembali bersedia mendengar kata-kataku yang mungkin hanya angin lalu
bagimu. Baiklah Mr. Ang, aku harus pergi. Selamat tinggal.